Ayah: "Sayaaang... Assalamu'alaikum, sudah bangun yaaaa... pinter keluar kamar sendiri."
Mama: "Mbak Fedya, yuk mandi yuk, sekarang waktunya mandi."
Fedya: "Nggak mau."
Ayah: "Kenapa nggak mau, de?"
Fedya: "Fedya udah mandi."
Ayah: (kaget, heran, dan terkekeh) "Kapan mandinya, De?"
Fedya: "Tadi barusan."
Mama: "Mbak Fedya, ayo mandi dulu."
Fedya: "Sudah mandi, Ma."
Mama: "Kapan mandinya?"
Fedya: "Tadi."
Mama: "Sama siapa?"
Fedya: "Bu le Rani."
Mama: "Dimana?"
Fedya: "Tuh di sana."
Mama: "Dimana, de?"
Fedya: "Di rumah, mbah. Tuh ada dede Muhammad."
Mama: "Ayo mandi, de!"
Fedya: "Fedya sudah mandi! Iiiihhhh..."
Walaupun akhirnya Fedya mandi atas kemauannya sendiri, tetapi fenomena berbohong pada anak kecil cukup membuat terkejut dan sedikit pusing, walau ada hal-hal lain yang terlihat baik seperti kreatifitas, penggunaan kosa kata, dan memainkan logika dalam membuat alibi sederhana. Alasannya mungkin masih malas bergerak, masing mengantuk, belum mau mandi sekarang, atau sikap sedang tidak mau diatur. Di keluarga kami sering membiasakan Fedya memilih sendiri baju yang mau dipakai, ataupun yang lainnya, dipilih atas kemauan Fedya. Walaupun agak sedikit diarahkan, agar hasilnya juga bagus menurut kami. Kelihatannya, proses berfikir anak berumur 2,5 tahun sudah cukup matang, sehingga memang wajar kalau pre-school banyak yang hanya mensyaratkan umur 2 tahun sudah boleh ikut sekolah. Jaman saya dulu, masuk TK paling tidak umurnya harus 4 tahun. Akhirnya sementara kami beranggapan bahwa Fedya berbohong bukan benar-benar ingin berbohong, kami rasa Fedya belum tahu apa itu berbohong, mungkin sebenarnya Fedya ingin mengatakan belum mau mandi, tetapi mungkin karena biasanya Fedya akhirnya kalah dengan pengasuhnya yang bersikeras mau Fedya mandi, keluarlah ide untuk bilang sudah mandi. Fedya sudah besar, 2,5 tahun, mungkin Fedya mulai ingin kemauannya didengar. Fedya ingin lebih dihargai apa yang diucapkannya, karena apa yang Fedya ingin memang itu. Tetapi kelihatannya, yang pasti, anak akan mengikuti apa kata orang tuanya jika apa yang dikatakan orang tuanya itu menarik bagi si anak. Jujur, kami juga begitu sih. Penjelasan mengenai manfaat dan kenikmatan mandi juga belum bisa masuk otaknya, karena ketertarikan adalah motivator yang utama, mungkin satu-satunya motivator saat anak berumur 2,5 tahun. Akhirnya kami berhasil membuat Fedya ingin mandi karena kami mengajaknya bermain di kamar mandi. Kami tidak ingin Fedya berbohong lagi, tetapi alih-alih kami berargumen dengan batita, kami lebih memilih mengubah cara. Contohnya, daripada menyuruhnya atau mengajaknya mandi, lebih baik kami ajak dia bermain air di kamar mandi.