Seorang teman merintis usaha jualan pulsa elektrik dengan chip party (satu hp/simcard bisa semua transaksi produk), lumayan laris katanya karena konsumen yang dibidik adalah teman kantornya, para karyawan, dan karena para karyawan tersebut lumayan malas kalo pulang mampir-mampir lagi, maka beli pulsanya di teman saya yang bisa jual dengan margin lumayan diatas kios di pinggir jalan. Untuk meningkatkan omset, teman saya memperbolehkan hutang dulu, dibayar nanti pas gajian, karena satu kantor pasti tanggal gajiannya sama ya. Pernah saya bilang kalau lebih aman kalau sistem cash aja karena margin pulsa itu kecil sekali, di atas 10% aja orang gak mau beli, otomatis sistem hutang akan menggerus modal, kecuali modalnya lumayan gede, tapi teman saya lebih memilih meneruskan sistem hutangnya karena jumlah transaksi memang lebih banyak. Hati saya berkata, orang (karyawan) dikasih hutang pasti diambil. Saya nggak ketemu lagi lumayan lama sampai saya dengar dari teman saya yang lain bahwa teman saya tersebut berhenti jualan pulsa karena uangnya habis, tapi piutangnya lumayan besar di teman-teman kantornya, bahkan bos dan rekan kantor yang tidak kenalpun punya piutang, hebat yaa... tapi kalo piutangnya gak bisa tertagih, istilah kerennya Non Performance Loan/NPL, ya apanya yang hebat, hehehe... saya coba telepon untuk bertanya, dan ternyata masalah muncul saat pelanggannya mulai mangkir bayar, atau menunda pembayaran, dengan alasan ada tagihan lain seperti rumah, kendaraan, kartu kredit yang mesti harus segera dibayar, karena teman maka ya gak enak juga, justru ini kesalahan fatal, teman ya teman, bisnis ya bisnis. Betul neraca hartanya mengalami kenaikan, tetapi pos cash sudah berkurang dan malah pos piutang yang menggelembung, beruntung tidak ada neraca kewajiban, karena semua modal adalah dari uang sendiri. Agar usaha tetap berjalan dibutuhkan investasi lagi, teman sayapun menambah investasinya dari uang tabungannya, dan mendapati bahwa bulan depannya memiliki piutang lebih besar dengan posisi cash tidak membaik. Menagih piutang ke teman memicu konflik, dan akhirnya teman saya mengalah dan menutup bisnisnya. Piutang tetap akan ditagih tetapi pelan-pelan, katanya. Saya bilang, mulai lagi aja, tapi kali ini harus beli cash. Katanya capek ah, rugi, nanti aja, uang aja belum balik.
Bisnis yang bagus, tapi kurang baik pengelolaan arus kas dan manajemen resikonya. Waktu teman saya bilang dia kasih hutang, saya bilang jangan atau nanti ban bisnisnya mulai kempes, alasannya margin tipis tapi boleh kasih hutang tapi maksimal 1 hari. Saya bilang kalo ban kempes (bisnis) dipaksa jalan ya mesti diisi angin terus (investasi) tapi ujung-ujungnya akan kempes lagi (hilang). Setelah bisnisnya kempes untuk yang kesekian kalinya, saya anjurkan untuk menambal ban (menambal sistem bisnis). Arus kas itu memperkuat modal, piutang itu bagus tapi hanya untuk piutang yang dapat ditagih, piutang yang tidak tertagih sama dengan lubang dalam ban, mengurangi angin (modal). Berhenti sementara dalam bisnis itu bagus, untuk menghilangkan trauma, image negatif, belajar dari pengalaman dan buat rencana baru, seperti halnya untuk menambal ban, kendaraan harus berhenti dulu, tapi harus bangkit lagi/jalan lagi.
Karena setelah tambal ban kemudian saya jalan lagi, maka saya nggak merasa rugi buang ban dan keluar uang beli ban baru. Mungkin kalo setelah ban motor saya diganti, kemudian motor gak saya pake jalan lagi, saya baru akan merasa rugi.